Senin, 26 Januari 2009

Tahun Baru Hijriah Vs Tahun Baru Masehi

Tidak ada orang yang lupa ada apa di tanggal 1 Januari. Setiap orang tahu, 1 Januari merupakan tanggal pergantian hari yang agak spesial, karena selain berganti hari, juga berganti tahun. Tahun baru. Bahkan sebagaian di antara kita menunggu-nunggu tahun baru itu. Karena di sana terdapat berbagai kemeriahaan yang jarang terjadi di hari-hari yang lainnya. Tapi, adakah dari kita yang menanti 1 Muharram?
Selalu dalam setiap tahunnya, pergantian tahun baru selalu diisi dengan kemeriahan pesta. Konvoi kendaraan bermotor pada malam tahun baru selalu membuat jalan raya yang biasanya lengang pada tengah malam, menjadi padat merayap pada pergantian tahun, bahkan banyak terjadi pelanggaran dan kecelakaan. Selain itu, di berbagai media khususnya televisi berlomba-lomba menyajikan acara terbaiknya. Mulai dari film-film terbaru, sampai pada acara konser dengan artis-artis terkenal yang menghabiskan dana ratusan juta rupiah. Semuanya gegap gempita.
Sementara itu, apa yang kita lakukan untuk menyambut tahun baru Hijriah? Sangat sedikit dari kita yang mengingat, apalagi merayakannya. Padahal, tahun baru hijriah telah tertoreh dalam sejarah Islam. Saat itu rasul kita, Nabi Muhammad saw, berhijrah dari kota Mekah ke Madinah untuk membangun kekuatan Islam.
Sebagai umat Islam, seharusnya kita lebih bangga akan Tahun Baru Hijriah. Mengisinya dengan muhasabah, syiar Islam dan tekad untuk membangun kekuatan dalam diri umat agar lebih baik. Bukan hanya berfoya-foya mengisi tahun baru yang hakikatnya hanya mengurangi jatah waktu kita hidup di dunia.

Saatnya Pemerintah "Merajakan" Rakyatnya

Sebagai bangsa Indonesia, saya prihatin dengan keadaan bangsa ini. Akhir-akhir ini kita disuguhkan oleh kesulitan ekonomi yang semakin menumpuk. Yaitu kelangkaan LPG/Elpiji di berbagai daerah di Indonesia. Rakyat pun kebingungan. Bagaimana rakyat tidak kebingungan, setelah minyak tanah dicabut dari peredaran, kini rakyat pun dibuat pusing mencari bahan pengganti minyak tanah. Padahal, pemerintah telah berjanji, bahwa ditariknya minyak tanah, akan diganti dengan LPG.
Pada awalnya, rakyat menyambut baik program ini. Rakyat diberikan pemahaman bahwa minyak dunia harus dijaga, khususnya Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia. Agar anak cucu kita tidak kehabisan minyak. Selain itu juga dijelaskan berbagai keuntungan LPG. Rakyat pun menerima.
Tapi apa yang terjadi sekarang? Setelah minyak tanah tidak ada, LPG pun langka. Lalu, para ibu harus masak dengan apa?? Sebagaian banyak yang antre minyak tanah, sebagain lagi bahkan memilih memakai kayu bakar, tapi saat ini juga tidak mudah mencari kayu bakar.
Alasan pemerintah, PERTAMINA kewalahan memenuhi permintaan yang tinggi terhadap LPG. Bukankah seharusnya PERTAMINA mengantisipasi hal ini? Karena sudah menjadi hukum sebab akibat, ketika satu barang substitusi dikurangi, otomatis barang penggantinya akan mengalami kenaikan.
Saya pikir, sudahlah cukup rakyat menderita dan menerima kesulitan ini. Sudah saatnya, pemerintah cepat bertindak untuk membahagiakan rakyatnya. Bukan untuk kepentingan pribadi.
Umar bin Khatthab sebagai seorang khalifah telah mengajarkan kita bagaimana “merajakan” rakyatnya. Ia menginspeksi keadaan warganya, memikul dan berjalan sendiri gandum, minyak samin, dan kebutuhan lainnya untuk warganya yang kelaparan.

Iklan Kebohongan Publik

Masa kampanye Beberapa pekan belakangan ini, kita disuguhkan iklan sebuah partai yang menampilkan “kesuksesan” mereka dalam menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa, khususnya kemampuan menurunkan harga BBM. Harga BBM memang telah turun dari Rp. 5.000 menjadi Rp. 4.500. Masyarakat pun menyambut gembira. Tetapi, justru timbul pertanyaan, “bukankah dulu, mereka juga yang menaikkan harga BBM?!”. Kenapa dalam iklan tersebut seakan-akan mereka membanggakan kesuksesan partai tersebut? Apalagi, penurunan BBM kali ini memang disebabkan oleh turunnya harga minyak dunia. Jadi, hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari turunya harga minyak dunia. Beda permasalahan ketika harga minyak dunia naik, tetapi harga BBM di Indonesia menjadi turun, atau minimal tetap.

Toh ketika harga minyak dunia naik, mereka juga menaikan harga BBM. Bagi saya, iklan tersebut merupakan kebohongan publik dengan memanfaatkan turunnya harga BBM sebagai senjata untuk menarik simpati rakyat dalam PEMILU mendatang. Untuk semua calon pemimpin bangsa Indonesia, ciptakanlah iklan yang mampu mencerdaskan dan mencerahkan rakyat Indonesia.