Kagum
Aku selalu kagum dengan seseorang yang ahli di bidangnya. Apapun keahliannya itu. Terutama kemampuan yang aku jauh untuk itu. Bukannya tidak bisa seperti mereka, tapi rasanya aku tidak cukup bersabar dan tekun untuk belajar. Sebagai contoh, aku bukanlah orang yang telaten membuat suatu hasil karya tangan, seperti handycraft. Seorang teman kantor ku yang bernama Mbak Eka adalah salah satu ahli membuat handycraft seperti tas dari pelepah pisang, menambah manik-manik dan hiasan indah di baju, toples indah, dan masih banyak lagi. Ketika dia menawarkanku sebuah kotak persegi panjang yang terbuat dari pelepah pisang. Ukurannya kira-kira 40 cm x 20 cm x 10 cm. Di setiap sisinya dihiasi renda-renda berwarna kuning keemasan. Sederhana memang, tapi elegan. Fungsi nya bisa untuk banyak hal. Tapi entah kenapa, begitu ku lihat benda itu pikiranku langsung tertuju pada satu hal:”cocok untuk tempat mahar”. Lantas Mbak Eka pun berkata:”kalo nikah nanti pesan tempat mahar nya sama aku aja ya...”. Seketika imajinasi ku berpindah dari ruangan keuangan Mbak Eka menuju sebuah masjid indah yang di dalamnya ada aku dan calon suami, kemudian aku memegang tempat mahar indah itu. Aahh, baru sebatas imajinasi...semoga nanti lebih indah dari itu.
Maaf, aku jadi ngelantur, terlalu jauh ceritanya. Kembali ke keahlian tadi. Betapa aku kagum dengan proses dan hasil karya yang dihasilkan. Lebih dari itu, mereka mampu untuk mengeksplor kelebihan yang ada pada diri mereka, kemudian menjadikannya suatu yang bernilai plus plus pula. Kesabaran dan ketekunan juga menjadi poin penting dalam hal ini. Dan itulah yang aku perlu banyak belajar dari mereka. Terus belajar tanpa henti. Itulah kelebihan mereka.
Masih berkaitan dengan itu pula, aku membaca sebuah blog sederhana, tapi cerdas. Untaian kalimat yang ditulis menandakan bahwa ia bukanlah penulis kacangan, bahkan bisa dibilang profesional. Tulisannya seakan mengalir bagai air, setahap-setahap dan jelas ujungnya, tujuannya pun terarah. Usut punya usut, ternyata sang penulis mantan wartawan media cetak harian terkenal di Indonesia. Ia adalah seorang Ibu yang memiliki visi mengapa harus menulis dan membuat blog. Tulisannya berbobot, cerdas, dan inspiratif. Sebenarnya banyak dari tulisan itu mengulas kehidupan nya sehari-hari. Tapi bukan tulisan yang narsis, yang hanya minta perhatian dari orang lain. Tulisannya ber-visi, memiliki tujuan, dan banyak hikmah. Mau tau nama blognya? http://www.myfawwaz.multiply.com/. Mungkin bisa jadi salah satu sumber inspirasi. Satu dari banyak kelemahanku dalam menulis, aku kerap kali tidak sabaran, ingin cepat-cepat selesai. rasanya ingin mengeluarkan ide yang bertumpuk-tumpuk semuanya secepatnya. Tapi kemudian yang terjadi ialah aku kerap kali tidak menyelesaikan tulisan itu. Karena, aku tidak sabar, jadi males, cape deh. Mungkin itu ungkapan yang bisa mewakili keadaanku ketika menulis.
Aku jadi teringat sebuah kritikan dari teman, bahwa blog punya ku itu lemah, tak berbobot. Lebih banyak sisi narsisnya dari pada manfaatnya. Kemudian dia juga menyampaikan terlalu banyak cerita pribadi yang cengeng, mengumbar kehidupan sendiri. “masa mau sih kepribadian dan cerita2 kita diungkapkan begitu saja dan dibaca oleh banyak orang?”, begitu tuturnya. Ah, benarkah?jelas saja, waktu itu aku tidak terima pendapatnya. Dengan sekuat pemikiranku kulawan segala komentarnya, di antara argumen-argumenku, tentu saja terdapat pembelaan diri yang subyektif. Tapi, selain mengkritikku habis-habisan, dia juga memberikan saran yang positif untuk membuat diary elektronik. Curhat dari satu email ke email ku yang lain. Dan setelah kupikir-pikir, sebagian besar pendapatnya memang benar. Tidak layak kita mengumbar berbagai cerita hidup kita tanpa ada tujuan untuk memberi hikmah untuk yang lain. Apalagi hanya sebatas cerita-cerita cengeng yang membuat orang berkesimpulan bahwa kita adalah orang yang lemah. Akhirnya, aku memutuskan untuk break dulu dari kegiatanku menulis blog, sembari berpikir tentang konsep yang lebih baik, kemudian merancangnya. Semoga tulisan ini layak dimuat di blog ku nanti. Mereka yang kukagumi, tidak serta merta ahli seperti saat ini, karena keahlian dibentuk dari kemauan yang keras, usaha yang maksimal, dan kesabaran yang tidak pernah habis. Sejatinya hidup ini bermuara pada long life education.
Hmmm, sepertinya aku mulai menikmati tulisanku kali ini. Mengalir begitu saja, tidak dipaksakan.
Jakarta,
Rabu, 12 September 2007
Nia
Maaf, aku jadi ngelantur, terlalu jauh ceritanya. Kembali ke keahlian tadi. Betapa aku kagum dengan proses dan hasil karya yang dihasilkan. Lebih dari itu, mereka mampu untuk mengeksplor kelebihan yang ada pada diri mereka, kemudian menjadikannya suatu yang bernilai plus plus pula. Kesabaran dan ketekunan juga menjadi poin penting dalam hal ini. Dan itulah yang aku perlu banyak belajar dari mereka. Terus belajar tanpa henti. Itulah kelebihan mereka.
Masih berkaitan dengan itu pula, aku membaca sebuah blog sederhana, tapi cerdas. Untaian kalimat yang ditulis menandakan bahwa ia bukanlah penulis kacangan, bahkan bisa dibilang profesional. Tulisannya seakan mengalir bagai air, setahap-setahap dan jelas ujungnya, tujuannya pun terarah. Usut punya usut, ternyata sang penulis mantan wartawan media cetak harian terkenal di Indonesia. Ia adalah seorang Ibu yang memiliki visi mengapa harus menulis dan membuat blog. Tulisannya berbobot, cerdas, dan inspiratif. Sebenarnya banyak dari tulisan itu mengulas kehidupan nya sehari-hari. Tapi bukan tulisan yang narsis, yang hanya minta perhatian dari orang lain. Tulisannya ber-visi, memiliki tujuan, dan banyak hikmah. Mau tau nama blognya? http://www.myfawwaz.multiply.com/. Mungkin bisa jadi salah satu sumber inspirasi. Satu dari banyak kelemahanku dalam menulis, aku kerap kali tidak sabaran, ingin cepat-cepat selesai. rasanya ingin mengeluarkan ide yang bertumpuk-tumpuk semuanya secepatnya. Tapi kemudian yang terjadi ialah aku kerap kali tidak menyelesaikan tulisan itu. Karena, aku tidak sabar, jadi males, cape deh. Mungkin itu ungkapan yang bisa mewakili keadaanku ketika menulis.
Aku jadi teringat sebuah kritikan dari teman, bahwa blog punya ku itu lemah, tak berbobot. Lebih banyak sisi narsisnya dari pada manfaatnya. Kemudian dia juga menyampaikan terlalu banyak cerita pribadi yang cengeng, mengumbar kehidupan sendiri. “masa mau sih kepribadian dan cerita2 kita diungkapkan begitu saja dan dibaca oleh banyak orang?”, begitu tuturnya. Ah, benarkah?jelas saja, waktu itu aku tidak terima pendapatnya. Dengan sekuat pemikiranku kulawan segala komentarnya, di antara argumen-argumenku, tentu saja terdapat pembelaan diri yang subyektif. Tapi, selain mengkritikku habis-habisan, dia juga memberikan saran yang positif untuk membuat diary elektronik. Curhat dari satu email ke email ku yang lain. Dan setelah kupikir-pikir, sebagian besar pendapatnya memang benar. Tidak layak kita mengumbar berbagai cerita hidup kita tanpa ada tujuan untuk memberi hikmah untuk yang lain. Apalagi hanya sebatas cerita-cerita cengeng yang membuat orang berkesimpulan bahwa kita adalah orang yang lemah. Akhirnya, aku memutuskan untuk break dulu dari kegiatanku menulis blog, sembari berpikir tentang konsep yang lebih baik, kemudian merancangnya. Semoga tulisan ini layak dimuat di blog ku nanti. Mereka yang kukagumi, tidak serta merta ahli seperti saat ini, karena keahlian dibentuk dari kemauan yang keras, usaha yang maksimal, dan kesabaran yang tidak pernah habis. Sejatinya hidup ini bermuara pada long life education.
Hmmm, sepertinya aku mulai menikmati tulisanku kali ini. Mengalir begitu saja, tidak dipaksakan.
Jakarta,
Rabu, 12 September 2007
Nia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar