Minggu, 24 Februari 2008

Sebuah kisah, Pasir dan Batu

Dua orang pengembara tengah menyusuri padang pasir luas yang membentang. panas, debu menghempas kulit, seakan tak ada batas pandang. semakin lama berjalan, semakin tidak jelas arah kaki melangkah, tenaga yang tersisa kian terkuras, rasa haus menjalar bukan hanya di tenggorokan, tapi ke seluruh tubuh. saat ini, satu tujuan mereka, mendapatkan air segar untuk melepas dahaga. "Amir, lihatlah di sana. ada oase, memang tidak terlalu besar. tapi kurasa itu cukup membuat hilang dahaga ini. dan kita bisa istirahat sebentar di sana." tanpa banyak bicara, mereka pun menuju oase itu. mereka pun melangkah penuh semangat, berpeluh keringat tak jadi soal. tapi,,,sudah banyak langkah yang mereka ambil menuju nya, tapi setetes air pun tak mereka temui. mereka semakin lelah, sampai mereka sadari, yang mereka lihat sebelumnya hanyalah fatamorgana. tidak lebih dari bayangan semu. Tiba-tiba Abu mengambil sebatang ranting yang tergeletak di samping nya. kemudian, di atas pasir ia menulis, "Aku sedih, ternyata itu bukan oase, hanya fatamorgana." perjalanan mereka lanjutkan. menyusuri luasnya padang pasir, panasnya seperti membakar tubuh, anginnya seakan menampar kulit. tubuh mereka semakin lemah. sampai pada satu tempat, di kejauhan mereka melihat oase yang lain. Abu berkata, "Amir, lihatlah di sana ada oase. kali ini aku yakin, itu bukan fatamorgana", dengan lemah Amir berkata, "aku sangat lelah, aku khawatir itu hanya akan membuat kita semakin lemah, dan hanya akan mempercepat kematian kita". namun tekad Amir tak pernah pupus sedikit pun, "life must go on, jangan biarkan kita mati selama bisa bertahan hidup". begitulah jawaban Amir. akhirnya mereka berjalan ke sana, dan ternyata benar. itu bukanlah fatamorgana. dengan semangat mereka meminum air sebanyak isi perut mereka, sampai tenggorokan mereka basah, dan mengambilnya untuk bekal perjalanan nanti. setelah minum, Amir mengambil pisau belatinya, sejurus kemudian menggoreskan tulisan di atas sebuah batu di sampingnya. "Aku bahagia, aku telah menemukan oase dan hausku hilang". seketika itu juga Abu bertanya, "Wahai Amir, mengapa ketika kita menemukan fatamorgana kau menulis di atas pasir, sedangkan ketika kita benar-benar menemukan oase kau menulis di atas batu? Kau membuatku bingung, padahal lebih mudah mengukir di atas pasir". dengan senyum Amir menjawab, "sewaktu kita tak menemukan oase, bahkan hanya fatamorgana, aku menulis di atas pasir. itu berarti ketika aku sedih, kecewa bahkan marah aku hanya ingin merasakannya pada permukaan hatiku. takkan aku simpan selamanya, biarkan ia cepat berlalu secepat berlalunya pasir yang ditiup angin. dan ketika kita menemukan oase, kemudian aku menulis di atas batu, aku ingin semua kebahagiaan dalam hidupku selalu terukir di dasar hati. tak mudah hilang dan tak akan kulupakan. biarkan ia terus ku pendam. agar ku tahu indahnya hidup.


Senin, 25 Februari 2008

15.35 WIB

3 komentar:

Unknown mengatakan...

nia, udah ganti pekerjaan jadi kuli bangunan ya? kok nyebut2 pasir dan batu sih? hehehe...

kurnia sari mengatakan...

Buat Mnx, huahaha...

senimangoblok mengatakan...

apabila kah?