Kamis, 06 November 2008

Menulis Sebagai Terapi

Selalu ada hikmah di balik tiap kejadian. cinta, benci, sayang, marah, senang, sedih, haru, pilu, sakit, rindu, kecewa, kapala pusing, badan pegal-pegal, perut mual (itu sih masuk angin kalee. hehehe) semuanya.....semua peristiwa, semua rasa. terkadang hikmah itu teramat halus, hampir tak terlihat. tapi, jika kita mau merenung dan mencarinya, pasti akan kita temukan. dan dengan rasa syukur....aaah...alhamdulillah kita lega menemukannya.

beberapa minggu belakangan ini, banyak sekali yang kurasa, campur aduk, jadi satu. kalau gado-gado, dicampur jadi enak. tapi kalau hati?? fuuuiih, susah ngungkapinnya. rasanya ingin teriak saja di atas atap rumah, setelah itu pergi ke rumah tetangga sambil membawa seloyang kue, kemudian meminta maaf karena telah mengganggu tidur nyenyak mereka. dan berharap setelah kue mereka makan, campur aduk di hatiku itu akan lenyap. segala masalah akan langsung ketemu solusinya. hehehe...mungkinkah?? bukannya mengurangi beban, bisa-bisa diprotes warga sekampung dan dianggap “kurang sehat”

jangankan teriak, sekadar cerita dengan orang terdekat saja kadang-kadang sulit. bahkan dengan orang-orang yang kita percaya sekalipun. ada kekhawatiran justru membebani pikiran mereka. meskipun sebenarnya belum tentu begitu. karena orang-orang yang sayang dengan tulus kepada kita, akan selalu ada untuk kita. tapi, kita harus mengerti orang lain kan? tidak mungkin kita curhat kepada orang lain ketika orang itu justru sedang punya banyak masalah. di mana empati kita??

Hingga satu waktu, ku ingat sebuah kalimat dari Mba Asma Nadia. Dalam bukunya "catatan hati seorang istri"*, ia menasihati untuk semua perempuan "menulislah!. semoga dengan tulisan itu, mampu menjadi terapi bagi hati hati yang terluka, sakit, sedih, putus asa. selain bisa juga menorehkan prasasti kebahagiaan yang tak terlupa." ku baca kembali buku itu, di halaman depannya, terdapat tanda tangan penulisnya. beserta sebuah pesan, "Nulis Yuk Nia!"

dari situ, buku diary yang jarang terisi, kini mulai penuh terisi. diary yang dulu ku tulis ketika ada hal-hal penting saja. sekarang, hampir setiap hari, tepatnya setiap malam aku menulis apa saja yang aku rasa. sebelum tidur, baca buku dulu, dilanjutkan dengan menulis diary dan baca doa tidur deh...., feminim sekali ya? hehehe.

aku jadi punya dua diary. diary elektronik (alias blog ini) dan diary klasik berwarna merah jambu pemberian seorang sahabat yang wangi ketika kita cium lembarannya. ada perbedaan mendasar mengenai isi antara diary elektronik ini dengan diary klasik ku. kalo diary elektronik, aku bisa menulis apa saja yang aku mau. hari-hariku, pengalamanku, tausyiah, apapun. tapi....tidak terlalu pribadi. sedangkan diary klasikku, hal-hal yang sangaat pribadi dan confidential ada di situ. cuma aku yang tahu. yang lain?? no way! (ups, tapi hati-hati meletakkannya, kalo gak hati-hati bisa dibaca orang!)

Alhamdulillah, menulis memang bisa menjadi terapi penyembuh yang cukup efektif buat ku. ya,,,minimal aku bisa mencurahkan segala isi hatiku di situ. di saat kita tak tahu harus kemana mengadu.

akhirnya jalan terakhir melepas segala gundah gulana, kesedihan, kegembiraan, keharuan, dkk nya yaitu bercerita pada-Nya. Dia akan selalu mendengarkan. segala kesedihan, kemarahan, kelemahan kita...hanya pada Nya kita berserah, berpasrah. ketika jalan buntu, ketika kaki sudah tak mampu menapak, ketika air mata tak henti mengering, ketika semua tak ada. hanya Dia....
tak ada yang lain yang pantas kita harapkan. Hanya Dia...yang selalu ada...

NB:* Nama blog ini, catatan hati, hampir sama dengan judul bukunya Mba Asma. tapi,,,bukan aku yang jiplak loh. asli....! blog ini duluan yang terbit, setelah itu baru bukunya Mba Asma. Atau...jangan-jangan..Mba Asma yang terinspirasi dari blog ku?? hehehe..sorry Mba, becanda...:)

Tidak ada komentar: